Penumpang yang lain mulai berdesakan masuk pesawat, suara2 koper yang diseret, orang2 berbicara sambil menata tas2 mereka di kabin. Tiba2 suara2 bising pelan2 makin hilang dan suasana berubah seperti hening tanpa suara. Jim menjulurkan lehernya untuk melihat apa yang terjadi.
Wow, ternyata ada dua orang suster dengan pakaian jubah putih bergaris biru di pinggiran, sedang berjalan menuju ke tempat duduk mereka. Tiba2 Jim merasa kenal dengan wajah seorang suster yang sering muncul di layar TV; wajah yang penuh keriput tapi tatapan matanya hangat menebar kedamaian.
Keduanya membungkuk hormat kepada Jim, dan sesaat kemudian Jim tersadar bahwa dua bangku di sisinya menjadi tujuan kedua Suster ini. Tak terbayangkan oleh Jim bahwa ia akan mendapat teman seorang yang sangat khusus: Bunda Teresa dari Calcuta yang terkenal kesucian dan ketulusannya membela kaum miskin.
Begitu pesawat tinggal landas, Jim melirik kedua suster yang segera mengeluarkan kalung Rosario mereka dan mulai berdoa dengan serius. Sepanjang mereka berdoa, Jim Cuma mengamati butiran Rosario yang berbeda2 warna; setiap persepuluhan punya warna tersendiri. “Saya selalu berdoa untuk orang2 miskin di setiap benua” begitu Suster Teresa menjelaskan seusai doa.
Jim bukanlah seorang Katholik yang aktif. Persis ketika pesawat berada di ketinggian normal, mereka selesai pula berdoa. Ibu Teresa berpaling kepadanya melempar senyum. Untuk pertama kalinya Jim bisa memahami apa yang dikatakan orang banyak tentang “Aura” yang kuat yang keluar dari pancaran matanya. Ada rasa damai merasuki hati Jim ketika melihat ke dalam tatapan mata Ibu Teresa, rasa damai yang sulit diungkapkan.
“Apakah engkau sering berdoa Rosario?” Ibu Teresa mengejutkannya dengan pertanyaan. Jim berusaha jujur:
“Ah, tidak juga… Saya hampir tidak pernah berdoa, apalagi doa Rosario..”
Ibu Teresa tersenyum, mengambil tangan kanan Jim, membuka telapaknya dan menaruh kalung rosarionya di genggaman Jim. “Mulai sekarang engkau akan mulai berdoa…” kata Ibu Teresa lembut
Begitu mendarat, Jim disambut isterinya Ruth yang sudah menunggu. “Wow…mimpi apaa???” tanya Ruth keheranan melihat suaminya seorang bisnisman dan tergolong orang modern tiba2 menggenggam Rosario di tangannya. Jim menjelaskan secara singkat pertemuan tak terduga dengan Ibu Teresa. “Aku merasa seperti baru bertemu “Puteri Tuhan” yang sangat baik” kata Jim.
9 bulan kemudian, Jim dan Ruth mengunjungi teman karib: Connie. Connie baru saja menceritakan bahwa ia divonis terkena kanker ovarium sudah dalam stadium yang parah. “Dokter mengatakan ini kasus yang sangat berat. Tapi aku akan berjuang melawan kanker ini; aku tak mau menyerah!” kata Connie. Tiba2 entah mengapa, Jim teringat sesuatu, merogoh kantong celananya dan menyodorkan untaian Rosario kepada Connie. Ia menjelaskan sejarah Rosario itu: “Bawalah Rosario itu untukmu, mungkin bisa membantu sedikit dalam perjuanganmu.”
Walau Connie bukan seorang Katolik, ia senang menerimanya sebagai bentuk dukungan spiritual dari teman akrab. “terimakasih. Aku harap masih dapat mengembalikannya kelak”
Lebih dari setahun lewat, ketika Jim dan isterinya menengok Connie kali berikutnya. Wajah Connie berseri2, berlari menjemput mereka dan memberikan pelukan dan berkata2 penuh semangat:
“Ini Rosario mu, aku membawanya sepanjang tahun. Banyak kemoterapi dan operasi kujalani. Bulan kemarin dokter memeriksa untuk yang terakhir kalinya; katanya kanker ovariumku sudah hilang, sembuh sama sekali!”
Kali berikutnya Liz, saudari Ruth yang jatuh dalam depresi yang berat sesudah perceraian dengan suaminya. Ruth teringat Rosario pemberian Ibu Teresa kepada suaminya. Ia meminjamkannya untuk dibawa oleh Liz disertai penjelasan sejarah dari mana Rosario itu didapat.
“Aku menggantungkannya di atas tempat tidur di dekat kepala. Setiap malam aku benar2 kesepian dan takut; dan setiap kali perasan itu muncul, aku berusaha memegangi Rosario yang tergantung di dekat kepalaku; entahlah setiap kali memegangnya, aku merasa seperti memegang tangan yang penuh cinta” Begitu bunyi surat Liz kepada Ruth yang disertai kiriman Rosario yang dipinjamkan kepadanya. “Aku sudah semakin kuat dan punya perspektif baru dalam hidupku. Kukirimkan kembali Rosario mu dengan ucapan terimakasih. Mungkin ada orang lain yang lebih membutuhkannya” – Liz.
Beberapa tahun kemudian, tiba2 suatu malam seorang asing menelpon Ruth: “Aku mendengar dari tetanggaku cerita tentang Rosario mu; bolehkah aku meminjamnya beberapa saat untuk kubawa ke rumah sakit? Ibu ku sakit sudah tua dan dalam keadaan koma sekarang. Kami keluarganya berharap semoga Rosario itu bisa membantunya menghadapi saat2 akhir dan bisa berpulang dalam damai” Ruth mengirimkannya.
Beberapa hari kemudian orang tersebut mengembalikan Rosario yang dipinjam. “Menurut perawat, orang yang koma masih bisa mendengar. Jadi kujelaskan kepada ibu bahwa itu Rosario milik Ibu Teresa dari Kalkuta, dipinjam dari seorang teman untuk menemani Ibu di saat2 sulit ini.”
“Begitu Rosario itu berada digenggaman tangannya, beberapa menit kemudian kami melihat wajah ibu penuh kedamaian dan rilex, seperti tidur, dan nampak wajahnya seperti jauh lebih muda. Kami hampir tidak sadar kalau ibu sudah berpulang kalau tidak mendengar suara mesin perekam jantung sudah datar tanpa detakan… Ibu ku berpulang dalam tidur yang damai. Terimakasih atas kebaikanmu meminjamkan Rosario. Saatnya kukembalikan, mungkin ada orang lain yang lebih membutuhkannya”
Jim masih beberapa kali meminjamkan Rosario itu kepada orang yang tahu dari mulut ke mulut, semakin banyak kisah2 yang meneguhkan, kadang lebih seperti mukjizat yang menyertai orang2 yang menggenggam Rosario itu di tangannya. Jim tak pernah keberatan dan selalu mengingatkan: “Kalau engkau sudah selesai melewati saat2 sulitmu, jangan lupa mengembalikan Rosario itu, karena mungkin ada orang lain yang lebih membutuhkannya…”
Apakah ada kekuatan special dari dalam untuaian Rosario itu? Atau karena kekuatan doa dari tangan orang yang memegannya bertahun2 penuh dengan lantunan doa Rosario? Atau karena kekuatan nama Ibu Teresa dari Kalkuta? Atau karena hati manusia senantiasa diperbaharui ketika mereka memegangnya?? Engkau sendiri yang bisa menilai.
Yang jelas, jika engkau punya kalung Rosario, tidak ada salahnya mulai lagi mendoakannya di bulan yang penuh rahmat ini, berdoa untuk saudara-imu, berdoa untuk kebutuhanmu, berdoa untuk dunia. Siapa tahu engkau akan seperti Ibu Teresa…
(Terjemahan – Rediscover Catholicism, Chapter 18, the Rosary -by P. Hend.SCJ)