Katekismus Bab V: Pengakuan Iman Aku Percaya
BAGIAN I
PENGAKUAN IMAN
SEKSI I
"AKU PERCAYA" - "KAMI PERCAYA"
BAB III
JAWABAN MANUSIA KEPADA ALLAH
142 Melalui wahyu-Nya, "Allah yang tidak kelihatan (lih. Kol 1:15; 1Tim 1:17) dari kelimpahan cinta kasih-Nya menyapa manusia sebagai sahabat-sahabat-Nya (lih. Kel 33:11; Yoh 15:14-15), dan bergaul dengan mereka (lih. Bar 3:38), untuk mengundang mereka ke dalam persekutuan dengan diri-Nya dan menyambut mereka di dalamnya" (DV 2). Jawaban yang pantas untuk undangan itu ialah iman.
143 Melalui iman, manusia menaklukkan seluruh pikiran dan kehendaknya kepada Allah. Dengan segenap pribadinya manusia menyetujui Allah yang mewahyukan Diri. Kitab Suci menamakan jawaban manusia atas undangan Tuhan yang mewahyukan Diri itu "ketaatan iman".
ARTIKEL 4 AKU PERCAYA
I. Ketaatan Iman
144 Taat [ob-audire] dalam iman berarti menaklukkan diri dengan sukarela kepada Sabda yang didengar, karena kebenarannya sudah dijamin oleh Allah, yang adalah kebenaran itu sendiri. Sebagai contoh ketaatan ini Kitab Suci menempatkan Abraham di depan kita. Perawan Maria melaksanakannya atas cara yang paling sempurna.
Abraham - "Bapa Semua Orang Beriman"
145 Dalam pidato pujian mengenai iman para leluhur, surat lbrani menonjolkan terutama iman Abraham: "Karena iman, Abraham taat ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui" (1br 11:8). Karena beriman, maka Abraham tinggal sebagai orang asing di negeri yang dijanjikan Allah kepadanya. Karena beriman, maka Sara mengandung seorang putera yang dijanjikan. Karena beriman, maka Abraham mempersembahkan puteranya yang tunggal sebagai kurban.
146 Dengan demikian Abraham meragakan definisi iman yang diajukan oleh surat Ibrani: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibr 11:1). "Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran" (Rm 4:3) . Karena ia "percaya tanpa ragu-ragu" (Rm 4:20), maka Abraham "menjadi bapa secara rohani bagi semua orang yang percaya kepada Allah" (Rm 4:11).
147 Dalam Perjanjian Lama terdapat banyak kesaksian iman semacam ini. Surat Ibrani menyampaikan pidato pujian tentang iman para leluhur yang patut dicontoh, iman yang membuat mereka tetap dikenang (lbr 11:2)3. Tetapi Allah telah "menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita" (Ibr 11:40): rahmat supaya beriman kepada Putera-Nya Yesus, "yang memimpin kita dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan" (Ibr 12:2).
Maria - "Berbahagialah Dia, yang Percaya"
148 Perawan Maria menghayati ketaatan iman yang paling sempurna. Oleh karena ia percaya bahwa bagi Allah "tidak ada yang mustahil" (Luk 1:37), maka ia menerima pemberitahuan dan janji yang disampaikan oleh malaikat dengan penuh iman dan memberikan persetujuannya: "Lihatlah, aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu" (Luk 1:38). Elisabet memberi salam kepadanya: "Berbahagialah ia yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan akan terlaksana" (Luk 1:45). Demi iman ini segala bangsa akan menyatakannya bahagia.
149 Selama seluruh kehidupannya, juga dalam percobaannya yang terakhir, ketika Yesus, Puteranya, wafat di kayu salib, imannya tidak goyah. Maria tidak melepaskan imannya bahwa Sabda Allah "akan terpenuhi". Karena itu Gereja menghormati Maria sebagai tokoh iman yang paling murni.
II. "Aku Tahu, kepada Siapa Aku Percaya"
Percaya hanya akan Allah
150 Iman adalah ikatan pribadi manusia dengan Allah dan sekaligus, tidak terpisahkan dari itu, persetujuan secara bebas terhadap segala kebenaran yang diwahyukan Allah. Sebagai ikatan pribadi dengan Allah dan persetujuan terhadap kebenaran yang diwahyukan Allah, iman Kristen berbeda dengan kepercayaan yang diberikan kepada seorang manusia. Menyerahkan diri seluruhnya kepada Allah, dan mengimani secara absolut apa yang Ia katakan adalah tepat dan benar. Sebaliknya adalah sia-sia dan salah memberikan kepercayaan yang demikian itu kepada seorang makhluk.
Percaya akan Yesus Kristus, Putera Allah
151 Untuk seorang Kristen, iman akan Allah berhubungan erat dengan iman akan Dia, yang diutus-Nya, "Putera-Nya terkasih", yang berkenan kepada-Nya (Mrk 1:11) dan Dia yang harus kita dengarkan. Tuhan sendiri berkata kepada murid-murid-Nya: "Percayalah kepada Allah dan percayalah kepada-Ku juga" (Yoh 14:1). Kita dapat percaya kepada Yesus Kristus karena Ia sendiri Allah, Sabda yang menjadi manusia: "Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya" (Yoh 1:18). Karena Ia sudah "melihat Bapa" (Yoh 6:46), Ia adalah satu-satunya yang mengenal Bapa dan dapat mewahyukan-Nya.
Percaya akan Roh Kudus
152 Orang tidak dapat percaya akan Yesus Kristus, tanpa berpartisipasi pada Roh-Nya: Roh Kudus menyatakan kepada manusia, siapa Yesus. "Tidak seorang pun dapat mengaku: `Yesus adalah Tuhan selain oleh Roh Kudus" (1 Kor 12:3). "Roh Allah itu menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah ... Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah" (1 Kor 2:10-11). Hanya Allah yang mengenal Allah secara menyeluruh. Kita percaya akan Roh Kudus karena Ia Allah.
Gereja mengakui tanpa henti-hentinya imannya akan satu Allah, Bapa, Putera dan Roh Kudus.
III. Ciri-ciri Iman
Iman Adalah Rahmat
153 Ketika Petrus mengakui bahwa Yesus adalah Mesias, Putera Allah yang hidup, berkatalah Yesus kepadanya: "Bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang ada di surga" (Mat 16:17). Iman adalah satu anugerah Allah, satu kebajikan adikodrati yang dicurahkan oleh-Nya. "Supaya orang dapat percaya seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran" (DV 5).
Iman Adalah Suatu Kegiatan Manusiawi
154 Hanya dengan bantuan rahmat dan pertolongan batin Roh Kudus, manusia mampu percaya. Walaupun demikian, iman adalah satu kegiatan manusiawi yang sebenar-benarnya. Percaya kepada Allah dan menerima kebenaran-kebenaran yang diwahyukan oleh-Nya, tidak bertentangan baik dengan kebebasan maupun dengan pikiran manusia. Dalam hubungan antar manusia pun tidak bertentangan dengan martabat kita, kalau kita percaya apa yang orang lain katakan kepada kita mengenai diri mereka sendiri dan mengenai maksudnya, dan memberi kepercayaan kepada penjanjiannya (umpamanya kalau seorang pria dan wanita kawin) dan dengan demikian masuk ke dalam persekutuan dengan mereka. Maka dari itu, sama sekali tidak berlawanan dengan martabat kita, "dalam iman memberikan kepada Allah yang mewahyukan, ketaatan pikiran dan kehendak secara utuh" (Konsili Vatikan 1: DS 3008) dan dengan demikian masuk ke dalam persekutuan yang mesra dengan-Nya.
155 Dalam iman, akal budi dan kehendak manusia bekerja sama dengan rahmat ilahi: "Iman adalah satu kegiatan akal budi yang menerima kebenaran ilahi atas perintah kehendak yang digerakkan oleh Allah dengan perantaraan rahmat" (Tomas Aqu., s.th. 2-2, 2,9).
Iman dan Akal Budi
156 Alasan untuk percaya tidak terdapat dalam kenyataan bahwa kebenaran yang diwahyukan itu kelihatan benar dan jelas dalam cahaya budi kodrati kita. Kita percaya "karena otoritas Allah yang mewahyukan, yang tidak dapat keliru dan tidak dapat menyesatkan" (Konsili Vatikan 1: DS 3008). Namun, "supaya ketaatan iman kita sesuai dengan akal budi, maka Allah menghendaki agar bantuan batin Roh Kudus dihubungkan dengan tanda bukti lahiriah bagi wahyu-Nya" (DS 3009). Maka mujizat Kristus dan para kudus, ramalan, penyebaran dan kekudusan Gereja, kesuburannya dan kelanjutannya, "dengan sesungguhnya adalah tanda-tanda wahyu ilahi yang jelas dan sesuai dengan daya tangkap semua orang" (DS 812, 3009), alasan-alasan bagi kredibilitas, yang menunjukkan bahwa "penerimaan iman sekali-kali bukanlah suatu gerakan hati yang buta" (DS 3010).
157 Iman itu pasti, lebih pasti dari setiap pengertian manusiawi, karena ia berdasarkan Sabda Allah yang tidak dapat menipu. Memang kebenaran-kebenaran yang diwahyukan dapat kelihatan gelap bagi budi dan pengalaman manusiawi, tetapi "kepastian melalui cahaya ilahi itu lebih besar daripada kepastian melalui cahaya akal budi alamiah" (Tomas Aqu., s.th.2-2,171,5 obj.3). "Ribuan kesukaran dan kesulitan tidak sama dengan kebimbangan" (J.H. Newman, apol.).
158 Iman berusaha untuk mengerti (Anselmus prod. prooem). Orang yang benar-benar percaya, berusaha untuk mengenal lebih baik dia, kepada siapa ia telah memberikan kepercayaannya, dan untuk mengerti lebih baik apa yang telah dinyatakannya. Pengertian yang lebih dalam pada gilirannya akan membangkitkan iman yang lebih kuat, iman yang semakin dijiwai oleh cinta. Rahmat iman membuka "mata hati" (Ef 1:18) menuju suatu pengertian yang hidup mengenai isi wahyu, artinya, mengenai keseluruhan rencana Allah dan misteri iman, demikian juga hubungannya antara yang satu dengan yang lain dan dengan Kristus, pusat misteri yang diwahyukan. "Supaya semakin mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus itu juga senantiasa menyempurnakan iman melalui karunia-karunia-Nya" (DV 5). Maka, benar apa yang dikatakan santo Agustinus: "Aku percaya supaya mengerti, dan aku mengerti supaya percaya lebih baik" (serm. 43,7,9).
159 Iman dan ilmu pengetahuan. "Meskipun iman itu melebihi akal budi,namun tidak pernah bisa ada satu pertentangan yang sesungguhnya antara iman dan akal budi: karena Allah yang sama, yang mewahyukan rahasia-rahasia dan mencurahkan iman, telah menempatkan di dalam roh manusia cahaya akal budi; tetapi Allah tidak dapat menyangkal diri-Nya sendiri, dan tidak pernah yang benar bisa bertentangan dengan yang benar" (Konsili Vatikan 1: DS 3017). "Maka dari itu, penyelidikan metodis di semua bidang ilmu, bila dijalankan dengan sungguh ilmiah dan menurut kaidah-kaidah kesusilaan, tidak akan pernah sungguh bertentangan dengan iman karena hal-hal profan dan pokok-pokok iman berasal dari Allah yang sama. Bahkan barang siapa dengan rendah hati dan dengan tabah berusaha menyelidiki rahasia-rahasia alam, kendati tanpa disadari pun ia bagaikan dituntun oleh tangan Allah yang melestarikan segala sesuatu dan menjadikannya sebagaimana adanya" (GS 36,2).
Kebebasan Iman
160 Supaya iman itu manusiawi, "manusia wajib secara sukarela menjawab Allah dengan beriman; maka dari itu, tak seorang pun boleh dipaksa melawan kemauannya sendiri untuk memeluk iman. Sebab pada hakikatnya kita menyatakan iman kita 2106 dengan kehendak yang bebas" (DH 10). "Allah memanggil manusia untuk mengabdi diri-Nya dalam roh dan kebenaran. Maka ia juga terikat dalam suara hati, tetapi tidak dipaksa ... Adapun itu nampak paling unggul dalam Kristus Yesus" (DH 11). Kristus memang mengundang untuk beriman dan bertobat, tetapi sama sekali tidak memaksa. "Sebab Ia memberi kesaksian akan kebenaran, tetapi tidak mau memaksakannya kepada mereka yang membantahnya. Kerajaan-Nya tidak dibela dengan menghantam dengan kekerasan, tetapi dikukuhkan dengan memberi kesaksian akan kebenaran serta mendengarkannya. Kerajaan itu berkembang karena cinta kasih, cara Kristus yang ditinggikan di salib menarik manusia kepada diri-Nya" (DH ll).
Perlunya Iman
161 Percaya akan Yesus Kristus dan akan Dia yang mengutus-Nya demi keselamatan kita adalah perlu supaya memperoleh keselamatan. "Karena tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah (Ibr 11:6) dan sampai kepada persekutuan anak-anak-Nya, maka tidak pernah seorang pun dibenarkan tanpa Dia, dan seorang pun tidak akan menerima kehidupan kekal, kalau ia tidak `bertabahan sampai akhir (Mat 10:22; 24:13) dalam iman" (Konsili Vatikan 1, DS 3012)3.
Ketabahan dalam Iman
162 Iman adalah satu anugerah rahmat yang Allah berikan kepada manusia. Kita dapat kehilangan anugerah yang tak ternilai itu. Santo Paulus memperingatkan Timotius mengenai hal itu: "Hendaklah engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni. Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka" (1 Tim 1:18-19). Supaya dapat hidup dalam iman, dapat tumbuh dan dapat bertahan sampai akhir, kita harus memupuknya dengan Sabda Allah dan minta kepada Tuhan supaya, menumbuhkan iman itu. Ia harus "bekerja oleh kasih" (Gal 5:6), ditopang oleh pengharapan dan berakar dalam iman Gereja.
Iman - Awal Kehidupan Abadi
163 Iman membuat kita menikmati sebelumnya kegembiraan dan cahaya pandangan Allah yang menyelamatkan, yang adalah tujuan dari perjalanan duniawi kita. Lalu kita akan melihat Allah "dari muka ke muka" (1 Kor 13:12) "dalam keadaannya yang sebenarnya" (1 Yoh 3:2). Dengan demikian iman adalah awal kehidupan abadi.
"Kita mengharapkan kenikmatan dari hal-hal yang dijanjikan kepada kita karena rahmat. Kalau kita memandangnya dalam iman sebagai dalam cermin, hal-hal itu sudah hadir bagi kita" (Basilius, Spir, 15,36).
164 Tetapi sekarang kita hidup "berdasarkan iman kepada Kristus, bukan berdasarkan spa yang kelihatan" (2 Kor 5:7), dan kita melihat Allah sebagai bayangan yang kabur bagaikan dalam cermin. Iman diterangi oleh Allah kepada-Nya iman itu ditujukan; namun ia sering dihayati dalam kegelapan. Iman dapat diuji atas cara yang berat. Dunia, di mana kita hidup, rupanya masih sangat jauh dari apa yang dijamin oleh iman bagi kita. Pengalaman mengenai yang jahat dan kesengsaraan, ketidakadilan dan kematian, rupa-rupanya bertentangan dengan kabar gembira. Mereka dapat menggoyahkan iman dan dapat menjadi percobaan baginya.
165 Lalu kita perlu berpaling kepada saksi-saksi iman: Abraham, yang terus saja "berharap dan percaya meskipun tidak ada dasar untuk berharap lagi" (Rm 4:18); Perawan Maria yang "maju dalam ziarah iman" (LG 58) malahan masuk "dalam kegelapan iman" (RM 18), dengan mengambil bagian dalam kesengsaraan dan kegelapan makam Puteranya dan masih banyak lagi saksi-saksi iman: "Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan" (Ibr 12:1-2).
ARTIKEL 5 : KAMI PERCAYA
166 Iman adalah satu perbuatan pribadi: jawaban bebas manusia atas undangan Allah yang mewahyukan Diri. Tetapi iman bukanlah satu perbuatan yang terisolir. Tidak ada seorang pun dapat percaya untuk dirinya sendiri, sebagaimana juga tidak ada seorang yang dapat hidup untuk dirinya sendiri. Tidak ada seorang yang memberikan iman kepada diri sendiri, sebagaimana juga tidak ada seorang yang memberi kehidupan kepada diri sendiri. Yang percaya menerima kepercayaan dari orang lain; ia harus melanjutkannya kepada orang lain. Cinta kita kepada Yesus dan kepada sesama mendorong kita supaya berbicara kepada orang lain mengenai iman kita. Dengan demikian, setiap orang yang percaya adalah anggota dalam jalinan rantai besar orang-orang beriman. Saya tidak dapat percaya, kalau saya tidak didukung oleh kepercayaan orang lain dan oleh kepercayaan saya, saya mendukung kepercayaan orang lain.
167 "Aku percaya" (pengakuan iman apostolik): itulah iman Gereja, sebagaimana setiap orang beriman mengakui secara pribadi, terutama pada waktu Pembaptisan. "Kami percaya" (pengakuan iman dari Nisea-Konstantinopel Yn.): itulah iman Gereja, sebagaimana para Uskup yang berkumpul dalam konsili itu mengakui atau lebih umum, sebagaimana umat beriman mengakui dalam liturgi. "Aku percaya": demikianlah juga Gereja, ibu kita berbicara, yang menjawab Allah melalui imannya dan yang mengajar kita berkata: "aku percaya", "kami percaya".
I. "Tuhan, Perhatikanlah Iman Gereja-Mu"
168 Pertama-tama Gerejalah, yang percaya dan dengan demikian menopang, memupuk dan mendukung iman saya. Pada tempat pertama Gerejalah yang mengakui Tuhan di mana-mana ("Kepadamu Gereja kudus beriman, tersebar di seluruh dunia", demikian kita menyanyi dalam madah Te
Deum), dan bersama dia dan dalam dia, kita juga mengakui: "aku percaya", "kami percaya". Melalui Gereja kita menerima dalam Pembaptisan iman dan kehidupan baru dalam Kristus. Dalam ritus Romawi, pemberi Pembaptisan bertanya kepada yang menerima Pembaptisan: "Apa yang kau minta dari Gereja Allah?" Jawabannya: "Iman" - "Iman memberi apa kepadamu?" - "Kehidupan kekal" (RR. OBA).
169 Keselamatan datang hanya dari Allah, tetapi karena kita menerima kehidupan iman melalui Gereja, maka ia adalah ibunda kita: "Kita mengimani Gereja sebagai ibu kelahiran kembali kita, dan bukan kita percaya akan Gereja, seakan-akan dialah pangkal keselamatan kita" (Faustus d. Riez, Spir. 1,2). Sebagai ibunda kita, ia juga adalah pendidik kita dalam iman.
II. Bahasa Iman
170 Kita tidak percaya kepada rumus-rumus, tetapi kepada kenyataan yang diungkapkannya dan yang dapat kita "raba" oleh karena iman. "Perbuatan orang beriman mempunyai tujuan bukan pada pengungkapan, melainkan pada kenyataan [yang diungkapkan] (Tomas Aqu., s.th. 2-2,1,2 ad 2). Tetapi kita mendekati kenyataan-kenyataan ini dengan bantuan rumus-rumus iman. Formula ini memungkinkan untuk menyatakan dan merumuskan iman, untuk merayakan bersama, untuk menjadikannya milik kita dan untuk semakin hidup darinya.
171 Sebagai "tiang dan dasar kebenaran" (1 Tim 3:15), Gereja menyimpan dengan setia "iman yang sudah satu kali diberikan Allah untuk selama-lamanya kepada umatnya" (Yud 3). Ia menyimpan kata-kata Kristus dalam ingatannya; ia meneruskan pengakuan iman para Rasul dari generasi ke generasi. Sebagai seorang ibu yang mengajarkan anak-anaknya berbicara dan dengan demikian juga mengerti dan hidup bersama, Gereja, ibu kita, mengajarkan bahasa iman kepada kita supaya menghantar kita masuk ke dalam pengertian dan kehidupan iman.
III. Hanya Satu Iman
172 Sejak berabad-abad Gereja mengakui di dalam sekian banyak bahasa, kebudayaan, bangsa, dan negara imannya yang satu-satunya, yang diterimanya dari Tuhan yang satu, yang diteruskannya oleh Pembaptisan yang satu, yang berakar dalam keyakinan bahwa semua manusia hanya mempunyai satu Allah dan Bapa. Santo Ireneus dari Lyon, seorang saksi iman itu, menerangkan:
173 "Gereja hadir di seluruh dunia sampai ke batas-batas bumi terjauh. Ia telah menerima iman dari para Rasul dan murid-murid mereka ... dan menyimpan [pesan ini dan iman ini] sebagaimana yang diterimanya, seakan-akan ia tinggal dalam satu rumah saja; ia percaya demikian kepadanya, seakan-akan ia hanya mempunyai satu jiwa dan satu hati, dan memaklumkan dan meneruskan pengajarannya dengan suara bulat, seakan-akan ia hanya mempunyai satu mulut" (haer. 1,10,1-2).
174 "Meskipun di atas bumi ini terdapat aneka ragam bahasa, namun wibawa tradisi hanyalah satu dan sama. Gereja-gereja yang didirikan di Germania percaya dan meneruskan iman yang sama seperti Gereja-gereja di Spanyol atau pada orang Kelt, sama seperti mereka di kawasan timur atau di Mesir, di Libya atau di tengah bumi ... " (ibid.) "Pesan Gereja itu benar dan dapat dipercaya karena padanya tampil di seluruh jagat jalan yang satu dan sama menuju keselamatan" (haer. 5,20,1).
175 "Kita memelihara dengan penuh perhatian, iman yang telah kita terima dari Gereja. Sebagai harta yang berharga, yang disimpan dalam satu bejana yang sangat baik, iman itu selalu diremajakan oleh karya Roh Kudus dan dengan demikian diremajakan pula bejana yang menyimpannya"(haer.3,24,1).
TEKS-TEKS SINGKAT
176 Iman adalah satu ikatan pribadi manusia seutuhnya kepada Allah yang mewahyukan Diri. Di dalamnya terdapat persetujuan akal budi dan kehendak terhadap wahyu Diri Allah melalui perbuatan dan perkataan-Nya.
177 Dengan demikian `percaya" mempunyai hubungan ganda: hubungan dengan pribadi dan hubungan dengan kebenaran; kegiatan iman berhubungan dengan kebenaran melalui kepercayaan kepada pribadi yang memberi kesaksian tentang kebenaran itu.
178 Kita tidak boleh percaya akan orang lain selain akan Allah, Bapa, Putera, dan Roh Kudus.
179 Iman adalah anugerah adikodrati dari Allah. Supaya dapat percaya, manusia membutuhkan pertolongan batin dari Roh Kudus.
180 "Beriman " adalah kegiatan manusia yang sadar dan bebas, yang sesuai dengan martabat pribadi manusiawi.
181 "Beriman " adalah satu kegiatan gerejani. Iman Gereja mendahului iman kita, memberi kesaksian, menopangnya dan memupuknya. Gereja adalah ibu semua orang beriman. "Tidak seorang pun dapat mempunyai Allah sebagai Bapa, kalau is tidak mempunyai Gereja sebagai ibu " (Siprianus, unit.eccl.).
182 "Kita mengimani segala sesuatu, yang terdapat dalam Sabda Allah yang tertulis atau yang diwariskan dan yang disampaikan oleh Gereja supaya diimani sebagai kebenaran yang diwahyukan Allah " (SPF 20).
183 Iman itu perlu untuk keselamatan. Tuhan sendiri berkata: " Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum " (Mrk 16:16).
184 "Iman adalah prarasa dari pengetahuan, yang akan membuat kita bahagia dalam kehidupan yang akan datang" (Tomas Aqu., comp. 1,2).
Powered by Blogger.