Santo
Georgius
Wafat:
303 M
Hari raya resmi: 23 April
Georgius
adalah putera seorang prajurit dan martir Kristus bernama Gerontius. Dia dilahirkan di tanah
Capadocia, dekat dengan aliran sungai Halys dan Euprat. Sejak kecil ibunya, Polychronia,
memberikan padanya, sebuah kalung yang berisi darah dari ayahnya. Georgius
sangat bangga terhadap kalung itu.
Untuk
menghilangkan kesedihan karena kehilangan suaminya, ibu Georgius pindah dari
Capadocia ke Yerusalem. Namun profesi ayahnya menurun padanya. Georgius meminta
ijin pada ibunya agar diperbolehkan menjadi prajurit. Ibunya menyetujui, maka
berangkatlah Georgius ke Roma. Georgius benar-benar bintang di kemiliteran.
Pelajaran memanah, menunggang kuda dan berenang benar-benar dikuasainya. Kaisar
Diocletianus sangat bangga kepadanya dan memberikan gelar Tribunus. Georgius-lah
yang menjadi pengawalnya ketika Dicletianus meninggalkan Italia untuk bertolak
ke arah timur.
Suatu
ketika Georgius tiba di daerah Capadocia, di kota Laria. Dia heran melihat
iring-iringan orang memanggul tandu. Yang membuatnya heran adalah orang-orang
tersebut tidak tampak gembira. Beberapa diantaranya malah menangis. Dia
berhenti dan bertanya pada salah satu orang disana kenapa mereka tampak muram.
Orang tersebut menjawab bahwa mereka harus mengorbankan orang agar naga tidak
menyerang mereka.
Georgius
terkejut. “Kenapa kalian tidak membunuhnya?”
“Gila.
Naga tersebut tidak dapat dibunuh. Malah
akan marah dan membunuh semua penduduk. Naga itu mungkin saja jelmaan
dewa atau setan…atau apalah. Kekuatannya demikian besar.”
“Bawa
aku ke rajamu. Aku ingin berbicara pada beliau.”
Raja
Capadocia sangat heran akan keberanian pemuda ini. Dia mendengarnya semua
penjelasan Georgius dengan seksama sebelum berkata, “Baiklah. Perangi naga itu.
Jika engkau berhasil maka kami semua akan menyembah Allahmu.”
Pagi-pagi
sekali di esok hari, Georgius berpakaian gagah. Perisai dan pedangnya
berkilat-kilat. Semua orang kagum akan ketampanan dan keberanian pemuda
tersebut. Mereka mengantar Georgius sampai pintu gerbang. Begitu pintu gerbang
ditutup, Georgius hanya seorang diri menuju tempat naga tersebut.
Benar
saja. Baru beberapa langkah mendekat tempat naga tersebut, sebuah bola api
melayang di depan kaki depan kuda. Georgius berhenti. Dengan gagah berani dia
bertarung mati-matian. Doanya dalam hati, “Biarkan aku menang ya Tuhan, agar
mereka menyembahmu.” Ada saat dalam pertempuran tadi, tombak Georgius tertancap
pada kepala naga tadi. Kepalanya menghentak-hentak dengan keras. Tubuh Georgius
terbanting-banting dengan keras. Georgius pasrah. Terserah kepada Tuhan apakah
dia akan hidup atau mati.
Suara
nafiri berkumandang di pagi hari. Penduduk bergegas turun dari tempat tidur dan
terburu-buru menuju tengah kota. “Apakah pemuda itu menag? Atau suara nafiri
ini mengingatkan bahwa naga itu akan menyerang kota?”
Rakyat
berseru gembira saat melihat Georgius. Mereka mengelu-ngelukan dengan gempita.
Raja Capadocia menepati janji. Sejak itu wilayah kerajaannya memeluk agama
Georgius. Sejak saat itu Georgius selalu digambarkan sebagai seorang pemuda
yang berperang melawan naga.
Tapi
hati Georgius tidak senang. Dia masih melihat penganiayaan terhadap umat
kristiani masih merajalela. Apalagi sekarang kaisar Dicletianus mengganti
namanya dengan Jovius, yang artinya adalah Putera Dewa Yupiter. Dia menyuruh
orangnya menyembahnya sebagai dewa. Tentu saja Georgius tidak mau.
Kaisar
yang murka. Tubuh Georgius diikat di roda yang berpaku. Ceceran daging Georgius
jatuh ke tanah. Tapi ajaib, sebuah petir menggelegar di angkasa dan
menghanguskan tali Georgius.
Diocletianus
terkejut. Dia menyangka Georgius seorang tukang sihir. Ia memanggil Athanasius,
seorang dukun sakti di daerahnya. Ia menyuruh Athanasius bertanding melawan
Georgius. Athanasius menantang Georgius. “Jika kamu memang bukan pendusta,
hidupkan mayat ini.”
Georgius
melihat mayat tersebut dan mulai berdoa. Ajaib. Beberapa saat kemudian mayat
tersebut hidup, berdiri dan berterima kasih terhadap Georgius. Para penduduk
dan Athanasius kaget. Mereka heran atas mujizat ini. Beberapa diantaranya
bertobat dan memeluk keyakinan Georgius. Tidak terkecuali Athanasius sendiri.
Kaisar
murka. Dia menuduh Georgius bekerjasama dengan Athanasius. Kaisar memerintahkan
untuk membunuh Athanasius dan mayat yang bangkit tersebut, sedangkan Georgius
diseret kembali ke penjara.
Pagi-pagi
benar, beberapa orang menyeret Georgius menuju kuil dewa berhala. Mereka
menempatkan Georgius di tengah-tengah kuil. Di depan kaki patung yang besar. Ia
hanya tersenyum, kemudian membuat tanda salib besar ke arah langit dengan
tangannya. Tiba-tiba badan patung terpecah belah. Hancur luluh. Permaisuri dan
anak perempuannya mengingatkan kaisar agar menghentikan penyiksaan terhadap
Georgius. “Tanda ini benar-benar dari Tuhan-nya Georgius.” Diocletianus malah
semakin murka. Dihunusnya pedangnya dan dipenggallah kepala Georgius saat itu
juga.
Jenasah
Georgius dimakamkan oleh umat kristiani di daerah Diospolis, suatu daerah di
tengah-tengah Yaffa dan Yerusalem.